Kamis, 24 Desember 2009

Sengketa buruh - pengusaha

Pertanyaan :

Apabila seorang karyawan di-PHK secara sepihak dan setelah melalui proses pembicaraan tripartiet, dia dianjurkan oleh Disnaker untuk masuk bekerja kembali sedangkan perusahaan tetap tidak mau menerima si karyawan. Apakah si karyawan masih berhak menerima gaji yang tidak pernah dibayarkan oleh perusahaan sejak dia di PHK sepihak? Apa yang harus dilakukan apabila perusahaan tetap tidak mau menerima si karyawan dan tetap tidak mau membayarkan gajinya?


Jawaban :

Dalam pasal 151 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) disebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pasal 151 ayat (2) menjelaskan bahwa jika pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindarkan wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Ketentuan pasal 151 ayat (1) dan ayat (2) berarti, PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak melainkan harus melalui perundingan terlebih dahulu. Kemudian, apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Demikian ketentuan pasal 151 ayat (3) UU ketenagakerjaan.

Adapun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dimaksud adalah mediasi ketenagakerjaan, konsiliasi ketenagakerjaan, arbitrase ketenagakerjaan dan pengadilan hubungan industrial. Hal tersebut diatur lebih jauh di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

Pemutusan Hubungan Kerja tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial akan menjadi batal demi hukum. Artinya, secara hukum PHK tersebut dianggap belum terjadi (pasal 155 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Dan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (pasal 155 ayat [2] UU Ketenagakerjaan). Pekerja/buruh tetap harus bekerja dan Pengusaha tetap harus membayarkan upahnya selama belum ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pengusaha dapat melakukan pengecualian berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayarkan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh (pasal 155 ayat [3] UU Ketenagakerjaan).

Apa yang harus dilakukan apabila perusahaan tetap tidak mau menerima si karyawan dan tetap tidak mau membayarkan gajinya?

Menurut pasal 96 UU PPHI, apabila dalam persidangan pertama secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya, maka hakim ketua sidang harus segera memberikan putusan sela berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan. Jika putusan sela tersebut tidak dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan sela tersebut tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat digunakan upaya hukum.

Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Peraturan perundang-undangan terkait:

1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar