Rabu, 21 September 2016

BELAJAR HUKUM: DIMANAKAH POSISI PERATURAN MENTERI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN??

Okelah..

Karena hampir 2 minggu terakhir ini, saya dijejali dengan segala substansi yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, saya terpaksa nulis kayak ginian. Sebegitu instensifnya proses brainwash ini, sampai-sampai saya hafal semua materi ini di luar kepala. 

Oh iya. Di luar kepala ini maksudnya bener2 di luar kepala dalam arti sebenarnya alias gak ada yang dipahami sama sekali hehehe..

Eniwei, salah satu topik pembahasan yang jadi pemikiran saya selama berguru ilmu kanuragan di Padepokan Pengayoman yang secara ajaib berlokasi di Depok ini adalah dimanakah posisi Peraturan Menteri dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan? 

Oke..oke...tidak hanya Peraturan Menteri, ada juga peraturan LPNK, DPR, DPD, MPR, Bank Indonesia, MK, BPK, MA, KY sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang tersebut.

Sebagai informasi saja, dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011, hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
  1. Undang-Undang Dasar RI 1945;
  2. Ketetapan MPR;
  3. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  4. Peraturan Pemerintah
  5. Peraturan Presiden
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Nah, kekuatan hukum suatu jenis peraturan perundang-undangan tergantung dengan  hierarki peraturan perundang-undangan yang lain  Artinya, kalo ada pengaturan dalam Peraturan Pemerintah (level 4)  yang berbeda dengan Undang-Undang (level 3), maka idealnya level 3 lah yang harus dianut, tentu setelah melewati proses tertentu.
Ini beda lho dengan Pokemon Go atau Get Rich yang menganut paham semakin besar level, semakin jago dan gak mudah dikalahkan begitu saja. Percayalah, saya sudah mencobanya.
Nah, hierarki peraturan perundang-undangan ini menganut sistem nomor urut. Level 5 jangan harap bisa menang lawan level 1. Dan ini sifatnya mutlak.

Bagaimana kalo misalnya ada yang berbeda? Bukankah perbedaan yang akan menyatukan kita?? halaaaahh..

Kalo ada yang substansi yang bertentangan antara tingkatan level seperti level 1 vs level 3, dst, maka kita tidak bisa ujug-ujug mengklaim kalo pengaturan di suatu peraturan perundang-undangan tersebut salah sehingga tidak perlu ditaati. 

Ada saluran yang sudah diciptakan untuk menguji jika ada pertentangan tersebut. Saluran yang pertama adalah pengujian melalui Mahkamah Konstitusi apabila ada dugaan bahwa substansi yang diatur dalam Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945. Sedangkan saluran yang kedua adalah pengujian melalui Mahkamah Agung dalam hal ada dugaan materi yang berada di dalam peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang (level 4 sampai 7) bertentangan dengan Undang-Undang (level 3).  


"Ngomongin level dari tadi, jadi ngebayangin makan Richeese di-combo ama boncabe"


Jadi sekali lagi, gak bisa kita seenak garuk udelnya (udelnya siapa coba??)  bilang kalo materi dalam peraturan perundang-undangan bertentangan dengan peraturan di level atasnya terus nggondok gak mau naatin pengaturan yang dianggap bertentangan tersebut.

Kita kembali ke judul.

Lalu dimana posisi Peraturan Menteri beserta gerombolannya?
Sampai dimana kekuatan hukumnya? 
Masuk level berapa mereka? 
Kalo dilawan sama Pikachu bakal menang gak??


Nah..sekarang kita masuk ke bagian yang bikin mumet.

Di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, peraturan menteri dan gerombolannya tidak masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan TAPI termasuk dalam jenis Peraturan Perundang-undangan. Lalu dimana posisinya?? Peraturan mana yang bisa dikalahkan dan tidak bisa dikalahkan? Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa Peraturan Menteri dan gerombolannya diakui keberadaannya sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi ATAU dibentuk berdasarkan kewenangan.


Mungkin mudahnya gini, Contoh pertama Peraturan Menteri Peranan Digimon akan diakui keberadaanya sebagai Peraturan Perundang-undangan jika Presiden via Peraturan Presiden menyuruh Menteri Peranan Digimon menyusun pengaturan mengenai bagaimana memberdayakan para Digimon-Digimon yang ada di Indonesia. 


Atau contoh kedua, atas dasar kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk mengurus Ikan Sepat, maka LPNK yang bernama Badan Ikan Sepat Endonesia Punya (BISEP) mengeluarkan Peraturan BISEP tentang Pengelolaan Ikan Sepat di Laut. 


Dua contoh di atas adalah bentuk peraturan di luar hierarki yang diakui keberadaannya dan mengikat secara hukum sebagai Peraturan Perundang-undangan karena yang satu diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi (Menteri sama Presiden tinggian Presiden berdasarkan UUD 1945) sedangkan contoh yang kedua dibentuk berdasarkan kewenangan. 


Lalu posisinya dalam hierarki?? Banyak ahli hukum  yang berbeda pendapat dalam menjawab persoalan ini. Ada yang menyebutkan antara Peraturan Presiden dengan Peraturan Daerah. Ada juga yang menyebutkan tergantung posisi lembaga berdasarkan dasar pembentukannya, dan masih banyak pendapat yang lain. 


Somehow UU Nomor 12 Tahun 2011 sepertinya alpa untuk memasukkan jenis Peraturan Menteri dan gerombolannya dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Akibatnya apa? Banyak peraturan2 yang saling bertentangan satu sama lain tanpa ada penyelesaian sama sekali mengingat tidak jelasnya hierarkhi. Misalnya, Apakah Peraturan BPK setara dengan Presiden mengingat keduanya sama-sama dibentuk berdasarkan UUD 1945? Atau apakah Perda Provinsi Y dapat mengalahkan Peraturan Bank Indonesia karena Peraturan BI dianggap dibawah Perda? Ini masalah yang cukup pelik pelipur lara bukan?


Solusi sementara yang bisa ditawarkan adalah seperti ini. Dikembalikan saja ke ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU 12 Tahun 2011. Terkait masalah kekuatan hukum, jika peraturan menteri dan gerombolannya adalah perintah dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangannya, maka peraturan tersebut wajib dijadikan dasar hukum.


Jadi jika Peraturan BISEP mengeluarkan peraturan tentang seragam dinas, which is bukan termasuk kewenangan yang diberikan Peraturan Presidennya atau tidak ada Peraturan Perundang-undangan yang menyuruh BISEP buat peraturan tentang seragam dinas, maka peraturan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk masyarakat secara umum.


So...sodara-sodara sudah pahamkan? Atau malah tambah mumet?? Intinya ginilah. selama peraturan tersebut ada karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan atau berdasarkan kewenangannya, maka taatilah peraturan tersebut.


Semoga tulisan ini bisa sedikit membantu kawan-kawan semua dalam memahami politik peraturan perundang-undangan di Indonesia. 

Oh ya, kalo mau sanggahan atau mau diskusi, dilanjut di kolom komentar yaa..

Akhir kata...See ya di tulisan selanjutnya...


Cheers ;)