Senin, 22 Agustus 2011

Sebelas Jenis Jabatan Terlarang Bagi Hakim

Akhirnya saya tahu bahwa pemerintah sudah menetapkan sebelas jabatan rangkap yang terlarang bagi hakim. Hakim dalam pengertian ini meliputi hakim agung dan hakim yang bertugas di badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, termasuk peradilan khusus. Larangan ini ditetapkan demi menjaga independensi hakim. Salah satu prinsip penting negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya. 


Pembatasan jabatan itu mulai berlaku sejak 22 Juli lalu, yakni saat diundangkannya Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2011. Bukan berarti selama ini tidak ada pembatasan atau larangan jabatan rangkap. Peraturan Pemerintah (PP) ini menggantikan regulasi sejenis tahun 1993 yang dinilai sudah tidak sesuai perkembangan.

Hakim tak boleh merangkap menjadi pejabat negara lainnya seperti pimpinan atau anggota DPR, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, menteri, gubernur, dan bupati/walikota. Ia juga tidak boleh menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional pada instansi pemerintah pusat dan daerah. Jabatan fungsional dimaksud adalah jabatan fungsional dengan status pegawai negeri sipil seperti peneliti dan dosen tetap.

Selain ketiga jabatan di atas, hakim terlarang menduduki jabatan sebagai arbiter dalam suatu sengketa perdata. Terlarang juga menjadi anggota Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara (PUPLN). Dari segi bisnis, hakim tidak boleh menduduki jabatan sebagai komisaris, dewan pengawas, atau direksi di BUMN/BUMD.

Demikian pula untuk jabatan pimpinan atau anggota pada lembaga non-struktural. Misalnya pimpinan Komisi-komisi negara, Komisi, Komite, Badan, dan Lembaga. Jadi, hakim dilarang menjadi anggota KPK, Komite Akreditasi Nasional, Komite Nasional Keselamatan Transportasi, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. 

Larangan lain adalah menjadi notaris, pejabat sementara notaris, notaris pengganti, dan notaris pengganti khusus. Demikian pula Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Selanjutnya, hakim dilarang menduduki jabatan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan tidak diperbolehkan. Misalnya menjadi advokat. Terakhir, hakim dilarang menjadi anggota Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida).Untul lebih lanjutnya, saya menyarankan anda membaca Peraturan Pemerintah tersebut

Terkait dengan kemandirian hakim, sikap kemandirian hakim tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Surat Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Mandiri berarti mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Penerapannya dapat dilihat dari sikap bebas hakim dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga eksekutif maupun legislatif serta kelompok lain yang berpotensi mengancam kemandirian hakim dan badan peradilan.

Mengenai jabatan, Surat Keputusan Bersama itu masih membolehkan hakim menjabat sebagai pengurus atau anggota organisasi nirlaba yang bertujuan untuk perbaikan hukum, sistem hukum, administrasi peradilan, lembaga pendidikan dan sosial kemasyarakatan, sepanjang tidak mempengaruhi sikap kemandirian hakim.

Jadi..tenang aja buat rekan-rekan yang ingin menjadi hakim. Anda semua masih diperbolehkan menjabat sebagai Ketua RT, Ketua RW, Ketua Karang Taruna atau bahkan Ketua Pengajian..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar