Jumat, 14 Maret 2014

ANALISA NON-YURIDIS PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI (Penelaahan Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013)

Gak terasa dah weekend lagii.. 

Nah, pada edisi kali ini, saya gak akan ngebahas masalah yang rumit-rumit..yang enteng-entang aja...

Nah, saya akan ngebahas suatu permasalahan yang sedang sangat hangat dibicarakan oleh para kawula muda dan tua saat ini. Yuupp...adanya Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa Pasal 268 ayat (3) KUHP yang berbunyi

"(3) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja"

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 



Keluarnya putusan ini rupanya membuat heboh dunia hukum Indonesia. Salah satunya adalah kegelisahan para pemerhati hukum terhadap penegakan hukum di Indonesia termasuk untuk kasus narkoba, teroris, dan korupsi yang tergolong extraordinary crime.

"Aseem..topik berrraatt nih sob...gimana mau baca tulisan ente kalo Peninjauan Kembali aja kite orang kagak paham..??"

Oke..oke...sabarr..saya akan jelaskan dulu secara singkat apa itu Peninjauan Kembali.

PK adlh swt upy hkm lwr biasa dlm hkm acr pdna stlh adany ptsn yg brkekuatn hkm yg ttp dlm perdlan pdna.  Nah, jd syrt utma dlm agr dpt mngjkn PK adlah ptsn pngdln pdna tsb hrs sdh mmpnyai kkutn hkm yg ttap.

Saya yakin kawan-kawan sekarang sudah mengerti tentang Peninjauan Kembali atau biasa disingkat PK.

Sekarang kembali ke main topic kita.

Keluarnya putusan MK ini rupanya menggemparkan para praktisi dan pengamat hukum di Indonesia. Ada yang menganggap bahwa Putusan MK ini adalah langkah mundur dalam penegakan hukum di Indonesia. Ada juga yang menganggap bahwa putusan MK ini akan membuat ketidakpastian hukum. Alasan yang terakhir yang sering sekali dijadikan alasan dalam mengkritisi putusan ini. 



Oh menn..saya hanya bisa melongo ngedenger atau ngelihat alasan ini. Nah, jeleknya orang Indonesia ini adalah kita seneng banget menyimpulkan sesuatu dan kemudian ikut berkomentar hanya dari secuil info yang belum tentu benar atau bahkan tanpa tahu duduk permasalahannya. Nah, dari sini dapat dilihat bahwa kalo suatu permasalahan gak bisa diselesaikan secara duduk bareng, mungkin bisa dicoba dengan tidur bareng..*gak nyambung*

Seperti yang sudah dijelaskan dalam penjelasan singkat diatas, Peninjauan Kembali dalam konteks peradilan pidana hanya bisa dilakukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap alias inkrach. Dan ada satu pasal lagi yang sepertinya ,mungkin, terlewatkan atau terlupakan oleh orang2 dalam menyusun argumentasi tersebut. Yaitu Pasal 268 ayat (1) yang berbunyi "Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun  menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut." Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa PK tidak akan menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan eksekusi terpidana. Ini termasuk juga terpidana mati.

Jaddiii...Seorang terpidana tetap akan dieksekusi meski mereka mengajukan PK. Bahkan untuk keseribu kalinya. Disinilah tampak sekali kepastian hukumnya. Lalu di bagian mana ketidakpastian hukumnya??



Apakah ini adil? Bagaimana kalo terpidana sebenarnya tidak bersalah?? Huuoooo...tunggu dulu..ini yang seringkali didebatkan oleh para sarjana hukum bahkan sampai saat ini. Tapi yang saya pahami bahwa kepastian hukum dan keadilan tidak akan bisa berjalan beriringan. Ini adalah tugas berat para penegak hukum termasuk pengacara untuk mengawal agar jangan sampai orang yang tidak salah malah dihukum. Jika kita menitikberatkan keadilan, saya jamin kepastian hukum tidak akan tercapai. Begitupun juga sebaliknya. Satu-satunya hukum dimana keadilan dan kepastian hukum bisa dilankan secara paralel adalah Hukum Tuhan.

Nah...jadi sebenarnya putusan MK ini tidak akan mempengaruhi apa-apa khususnya dalam penegakan hukum di Indonesia. Satu-satunya akibat yang tampak adalah akan semakin banyak sidang PK di pengadilan negeri. Itu saja. Dalam konteks terpidana, mereka tidak akan bebas dari hukuman mereka kecuali dalam putusan PK menyatakan lain.


In fact, bisa di googling di yahoo juga, secara yurisprudensi, praktek PK yang diajukan lebih dari satu kali ternyata sudah terjadi. Dan selama ini tidak ada masalah tuh, Dari hasil googling di semprot.com, saya akhirnya menemukan data yang fakta-fakta menarik tentang Peninjauan Kembali di Indonesia. Fakta tersebut adalah: 
  1. 70 persen ketua majelis hakim yang memutus perkara PK, mengetokkan palu ketika putusan PK selasai dibaca. Sedangkan yang 30%, palunya diketokkan setelah selesai membaca putusan PK.
  2. Dari hasil survey, ada suatu pengadilan negeri yang memeriksa permohonan PK, 100 persen putusan PKnya ditulis dengan menggunakan Bahasa Inggris. Survey dilakukan di Pengadilan Negeri New York.
  3. Dari data Kejaksaan Agung, 60% terpidana di Indonesia sudah mengajukan PK. 40% sedang berpikir untuk mengajukan PK juga.
  4. Yang terakhir, dari data Mahkamah Agung, 73% putusan PK diputus oleh 3 orang hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa putusan PK tersebut. sisanya diputus oleh hakim yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa putusan PK tersebut.
Itulah fakta-fakta yang mungkin bisa membantu kawan-kawan memahami makna Peninjauan Kembali. Semoga tulisan fiksi-ilmiah ini bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar