Selamat Tahun Baru 2013!!! Jadi gimana malam tahun barunya?? menyenangkankah??
Benar kata orang. Nulis itu lebih gampang memulai daripada mempertahankan semangatnya. Agak memalukan memang namun pada tahun 2012, produksi tulisan saya banyak agak sedikit menurun daripada tahun 2011. Pembelaan diri saya?? Tahun 2012 jauh lebih sibuk daripada tahun 2011. Ditambah kehadiran Play Station yang berhasil mengalihkan malam-malamku..
Tapi jelas fakta ini tidak bisa dibiarkan. Target saya pada tahun 2013 ini adalah menghasilkan 1 tulisan perbulan.
Nah, kali ini saya akan membawakan tema penegakan hukum tata ruang wilayah di Indonesia. Tulisan ini saya ambil dari tulisan saya sendiri yang masuk prosiding Seminar yang diselenggarakan Ikatan Surveyor Indonesia tahun lalu di Jakarta.
Penataan Tata
Ruang sendiri diatur melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Menurut Pasal 3 Undang-Undang tersebut, penataan ruang di Indonesia bertujuan
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
- terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
- terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
- terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Secara praktek di
negara-negara di dunia, dikenal ada 2 (dua) macam rencana kota. Pertama,
dikenal dengan nama Master Plan. Jenis
ini diterapkan di Amerika Serikat. Bentuk Master
Plan ini biasanya berupa zonasi (pembagian ruang) yang kaku. Wilayah atau
ruang yang sudah diplot untuk perumahan tidak boleh diubah menjadi perkantoran.
Banyak ahli mengatakan bahwa Master Plan
ini hanya cocok untuk kawasan yang baru (kota-kota baru). Kelemahan dari Master Plan adalah karena sifatnya yang
kaku maka dalam jangka panjang tidak bisa mengakomodasikan dinamika aktivitas
ekonomi dan bisnis masyarakat serta kurang realistik karena banyak aktivitas
yang bisa dilakukan bersamaan tanpa saling menganggu. Meskipun begitu, Amerika
Serikat dan beberapa negara masih memakai bentuk Master Plan ini untuk rencana kotanya dan tetap berhasil
mengembangkan ekonominya. Karena kelemahan rencana kota berbentuk Master Plan inilah kemudian lahir bentuk
alternatifnya yang dikenal dengan Structural
Plan. Bentuk ini banyak dipakai di negara-negara Eropa. Dalam bentuk ini,
rencana kota hanya memuat garis-garis besar kegiatan utama yang diperbolehkan
di beberapa wilayah dalam rencana kota. Kegiatan lain diperbolehkan berlokasi
di situ asalkan tidak bertentangan. Contohnya: suatu kawasan yang ditentukan
untuk kawasan perumahan masih diperbolehkan adanya perkantoran dan kegiatan
jasa tetapi tertutup untuk kegiatan industri. Hampir seluruh pemerintahan
daerah di Indonesia menggunakan Structural
Plan dalam menyusun rencana tata ruang wilayahnya.
Di lapangan, perencanaan
tata ruang diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat
parsial. Ini menyebabkan kekacauan yang luar biasa dalam penataan ruang di
suatu daerah. Hasilnya rencana tata ruang yang telah disahkan dapat berubah
dalam waktu yang tidak terlalu lama sehingga terkadang menimbulkan konflik yang
berkepanjangan. Penataan Ruang yang ideal diselenggarakan tidak dengan
pendekatan sektoral namun yang bersifat komprehensif dan holistik dengan
mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama
pembentuk ruang.
Proses penegakan hukum atas pelanggaran
penataan ruang merupakan item yang sangat penting dalam revitalisasi peta rencana tata ruang. Salah satu masalah
yang seringkali ditemukan dalam proses pelaksanaan rencana tata ruang adalah
dalam proses penegakan hukumnya. Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran terhadap
suatu penataan ruang yang dibiarkan begitu saja. Akibat pembiaran terhadap
pelanggaran-pelanggaran tersebut, permasalahan yang tadinya hanya dalam lingkup
penataan ruang melebar menjadi masalah sosial. Akibatnya salah satu solusi yang
diambil diantaranya adalah melegalkan pelanggaran tersebut dengan merubah
rencana tata ruang yang telah ada.
Terkait dengan
penegakan hukum di dalam penataan ruang, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
membaginya menjadi empat rezim yaitu rezim administrasi, perdata, tata usaha
negara, dan pidana. Penegakan hukum secara administratif di dalam penataan
ruang secara tersurat terdapat di dalam ketentuan Pasal 62 juncto Pasal 63 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Secara teori
hukum, tujuan sanksi administratif ini bukanlah memberikan nestapa namun untuk
mengembalikannya ke keadaan semula. Ini dapat dilihat dengan jenis
sanksi-sanksi yang diberikan yaitu
a.
peringatan
tertulis;
b.
penghentian
sementara kegiatan;
c.
penghentian
sementara pelayanan umum;
d.
penutupan
lokasi;
e.
pencabutan
izin;
f.
pembatalan
izin;
g.
pembongkaran
bangunan;
h.
pemulihan
fungsi ruang; dan/atau
i.
denda
administratif.
Dari jenis-jenis
sanksi yang telah disebutkan diatas, bahwa objeknya bukanlah pelaku pelanggaran
tapi ditujukan kepada kegiatan yang melanggar. Disini dapat dilihat bahwa
sanksi administratif ini ditujukan untuk mengembalikan keaadaan yang salah
menjadi kembali seperti semula dengan menitikberatkan pada kegiatannya dan
konsistensi dengan izin yang diminta untuk kegiatan tersebut. Sanksi
administratif ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Di
dalam peraturan pemerintah tersebut diatur juga mengenai kriterua dan hukum
acara pemberian sanksi administratif.
Rezim kedua dan
ketiga terkait penegakan hukum penataan ruang adalah penegakan hukum secara
perdata dan tata usaha negara . Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,
ketentuan ini dapat dilihat di dalam Pasal 66 juncto Pasal 67. Undang-Undang
ini hanya mengatur secara umum terkait dua rejim ini. Ini karena sifat rejimnya
yang sifatnya lebih individual dan mengatur hubungan orang perorangan.
Rezim yang
terakhir adalah rezim pidana. Undang-Undang Penataan Ruang ini memuat tujuh
pasal yang mengatur tentang Sanksi Pidana dan satu pasal terkait proses
penyidikannya. Ketentuan mengenai sanksi pidana dapat dilihat di dalam
ketentuan Bab XI. Sedangkan pengaturan mengenai proses penyidikannya dapat
dilihat di dalam ketentuan Bab X.
Perbuatan yang digolongkan perbuatan pidana untuk penataan ruang adalah
antara lain :
- Tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
- Tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan berakiat timbulnya kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang;
- Tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kematian orang;
- Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya;Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang;
- Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang;
- Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan kematian orang;
- Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
- Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
- Pejabat Pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang
Jenis hukumannya cukup bervariasi dengan
sistematika sanksi kumulatif penjara dan denda. Jika ditelaah secara
menyeluruh, maka dapat dilihat lamanya hukuman penjara yang dapat dijatuhkan
antara 1 tahun sampai dengan 15 tahun. Sedangkan besaran denda yang dijatuhkan
paling banyak lima miliar rupiah. Bahkan khusus untuk pemberi izin, selain
dipenjara dan denda, dia dapat dikenai pedana tambahan berupa pemberhentian
secara tdak dengan hirmat dari jabatannya. Secara singkat dapat disimpulkan
bahwa pelanggaran pidana terhadap penataan ruang dapat dijatuhi hukuman yang
cukup berat dan mampu menimbulkan efek taat kepada penataan ruang.
Apabila dilihat dari jenis sanksi dan hukuman yang dijatuhkan
seperti yang telah dijelaskan di atas, bahkan beberapa diantaranya dapat
menggabungkan sanksi pidana dan sanksi administratif, seharusnya ini
menimbulkan efek takut bagi para pelaku pelanggaran pidana terhadap penataan
ruang. Namun di lapangan rupanya tetap banyak pelanggaran terhadap penataan
ruang. Ini membuktikan ada yang salah dalam proses penegakan hukum penataan
ruang di Indonesia. Beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa penyelesaian
pelanggaran terhadap penataan ruang diselesaikan hanya dengan penyelesaian secara
administratif dan tidak secara pidana. Karena sifatnya yang administratif, maka
sanksi yang dijatuhkan relatif tidak menimbulkan efek jera bagi pelanggarnya
dan efek taat bagi yang lain. Ini menyebabkan hukum penataan ruang gagal
menjadi intrumen social control.
Penegakan hukum penataan ruang sangat
penting dalam proses penataan ruang. Proses ini dibutuhkan untuk menjaga agar
penataan ruang yang telah direncanakan tetap diaplikasikan secara taat sehingga
tujuan pembangunan tersebut tercapai. Dalam hal ekonomi, penegakan hukum
terhadap penataan ruang akan memberikan efek positif tidak hanya bagi
pertumbuhan ekonomi namun juga lingkungan di daerah tersebut. Dengan rencana
tata ruang yang ideal, investor akan merasa aman untuk menanamkan modalnya
tanpa harus menggganggu kepentingan yang lain. Efek positif lainnya adalah pengawasan terhadap pemberian izin menjadi terfokus sesuai dengan zonasi yang
telah ditentukan.
KESIMPULAN :
Peta Rencana Tata
Ruang mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses penataan ruang. Melalui
peta rencana tata ruanglah, kita dapat mengetahui secara komprehensif
zonasi-zonasi apa saja yang sudah ditetapkan di suatu wilayah. Akibatnya,
investor akan semakin mudah dalam menanamkan modalnya tanpa takut bermasalah di
kemudian hari sehingga secara tidak langsung akan menumbuhkan perekonomian di
wilayah tersebut. Sayangnya di beberapa daerah, perencanaan tata ruang ini
tidak dilengkapi dengan pelaksanaan yang baik pula. Penerapan sanksi yang
digunakan cenderung sangat ringan sehingga tidak menciptakan efek jera bagi
para pelanggarnya. Dampak tidak langsungnya adalah perhatian masyarakat
terhadap tata ruang wilayahnya menjadi rendah dan akibatnya pelanggaran
terhadap tata ruang pun sering terjadi.
***THE END***
Berat ya tulisannya. Hehehe...sengaja tulisan ini saya buat untuk mengingatkan kita semua bahwa penataan ruang itu perlu. Bayangkan saja jika sekolah yang dipake buat belajar (ya iyaalllahhh...) berlokasi di sebelah pabrik yang tentu saja banyak menimbulkan polusi baik suara maupun asap. Atau bayangkan saja jika di sebelah rumah yang kita tempati dibangun pabrik atau industri tertentu.. Yah..cukup dibayangkan saja...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar