Kamis, 03 Januari 2013

Urgensi Penegakan Hukum dalam Penataan Ruang



Selamat Tahun Baru 2013!!! Jadi gimana malam tahun barunya?? menyenangkankah??

Benar kata orang. Nulis itu lebih gampang memulai daripada mempertahankan semangatnya. Agak memalukan memang namun pada tahun 2012, produksi tulisan saya banyak agak sedikit menurun daripada tahun 2011. Pembelaan diri saya?? Tahun 2012 jauh lebih sibuk daripada tahun 2011. Ditambah kehadiran Play Station yang berhasil mengalihkan malam-malamku..

Tapi jelas fakta ini tidak bisa dibiarkan. Target saya pada tahun 2013 ini adalah menghasilkan 1 tulisan perbulan. 

Nah, kali ini saya akan membawakan tema penegakan hukum tata ruang wilayah di Indonesia. Tulisan ini saya ambil dari tulisan saya sendiri yang masuk prosiding Seminar yang diselenggarakan Ikatan Surveyor Indonesia tahun lalu di Jakarta.

Penataan Tata Ruang sendiri diatur melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menurut Pasal 3 Undang-Undang tersebut, penataan ruang di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: 
  1. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;        
  2. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan 
  3. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

 
Secara praktek di negara-negara di dunia, dikenal ada 2 (dua) macam rencana kota. Pertama, dikenal dengan nama Master Plan. Jenis ini diterapkan di Amerika Serikat. Bentuk Master Plan ini biasanya berupa zonasi (pembagian ruang) yang kaku. Wilayah atau ruang yang sudah diplot untuk perumahan tidak boleh diubah menjadi perkantoran. Banyak ahli mengatakan bahwa Master Plan ini hanya cocok untuk kawasan yang baru (kota-kota baru). Kelemahan dari Master Plan adalah karena sifatnya yang kaku maka dalam jangka panjang tidak bisa mengakomodasikan dinamika aktivitas ekonomi dan bisnis masyarakat serta kurang realistik karena banyak aktivitas yang bisa dilakukan bersamaan tanpa saling menganggu. Meskipun begitu, Amerika Serikat dan beberapa negara masih memakai bentuk Master Plan ini untuk rencana kotanya dan tetap berhasil mengembangkan ekonominya. Karena kelemahan rencana kota berbentuk Master Plan inilah kemudian lahir bentuk alternatifnya yang dikenal dengan Structural Plan. Bentuk ini banyak dipakai di negara-negara Eropa. Dalam bentuk ini, rencana kota hanya memuat garis-garis besar kegiatan utama yang diperbolehkan di beberapa wilayah dalam rencana kota. Kegiatan lain diperbolehkan berlokasi di situ asalkan tidak bertentangan. Contohnya: suatu kawasan yang ditentukan untuk kawasan perumahan masih diperbolehkan adanya perkantoran dan kegiatan jasa tetapi tertutup untuk kegiatan industri. Hampir seluruh pemerintahan daerah di Indonesia menggunakan Structural Plan dalam menyusun rencana tata ruang wilayahnya.

Di lapangan, perencanaan tata ruang diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial. Ini menyebabkan kekacauan yang luar biasa dalam penataan ruang di suatu daerah. Hasilnya rencana tata ruang yang telah disahkan dapat berubah dalam waktu yang tidak terlalu lama sehingga terkadang menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Penataan Ruang yang ideal diselenggarakan tidak dengan pendekatan sektoral namun yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang.


Proses penegakan hukum atas pelanggaran penataan ruang merupakan item yang sangat penting dalam revitalisasi peta rencana tata ruang. Salah satu masalah yang seringkali ditemukan dalam proses pelaksanaan rencana tata ruang adalah dalam proses penegakan hukumnya. Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran terhadap suatu penataan ruang yang dibiarkan begitu saja. Akibat pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut, permasalahan yang tadinya hanya dalam lingkup penataan ruang melebar menjadi masalah sosial. Akibatnya salah satu solusi yang diambil diantaranya adalah melegalkan pelanggaran tersebut dengan merubah rencana tata ruang yang telah ada.


Terkait dengan penegakan hukum di dalam penataan ruang, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 membaginya menjadi empat rezim yaitu rezim administrasi, perdata, tata usaha negara, dan pidana. Penegakan hukum secara administratif di dalam penataan ruang secara tersurat terdapat di dalam ketentuan Pasal 62 juncto Pasal 63 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Secara teori hukum, tujuan sanksi administratif ini bukanlah memberikan nestapa namun untuk mengembalikannya ke keadaan semula. Ini dapat dilihat dengan jenis sanksi-sanksi yang diberikan yaitu
a.        peringatan tertulis;
b.        penghentian sementara kegiatan;
c.        penghentian sementara pelayanan umum;
d.        penutupan lokasi;
e.        pencabutan izin;
f.         pembatalan izin;
g.        pembongkaran bangunan;
h.        pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i.         denda administratif.

Dari jenis-jenis sanksi yang telah disebutkan diatas, bahwa objeknya bukanlah pelaku pelanggaran tapi ditujukan kepada kegiatan yang melanggar. Disini dapat dilihat bahwa sanksi administratif ini ditujukan untuk mengembalikan keaadaan yang salah menjadi kembali seperti semula dengan menitikberatkan pada kegiatannya dan konsistensi dengan izin yang diminta untuk kegiatan tersebut. Sanksi administratif ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.  Di dalam peraturan pemerintah tersebut diatur juga mengenai kriterua dan hukum acara pemberian sanksi administratif.

Rezim kedua dan ketiga terkait penegakan hukum penataan ruang adalah penegakan hukum secara perdata dan tata usaha negara . Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, ketentuan ini dapat dilihat di dalam Pasal 66 juncto Pasal 67. Undang-Undang ini hanya mengatur secara umum terkait dua rejim ini. Ini karena sifat rejimnya yang sifatnya lebih individual dan mengatur hubungan orang perorangan.

Rezim yang terakhir adalah rezim pidana. Undang-Undang Penataan Ruang ini memuat tujuh pasal yang mengatur tentang Sanksi Pidana dan satu pasal terkait proses penyidikannya. Ketentuan mengenai sanksi pidana dapat dilihat di dalam ketentuan Bab XI. Sedangkan pengaturan mengenai proses penyidikannya dapat dilihat di dalam ketentuan Bab X.  Perbuatan yang digolongkan perbuatan pidana untuk penataan ruang adalah antara lain :

  1. Tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; 
  2. Tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan berakiat timbulnya kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang; 
  3. Tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kematian orang;
  4. Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya;Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang;
  5. Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang;
  6. Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan kematian orang;
  7. Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
  8. Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
  9. Pejabat Pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang


Jenis hukumannya cukup bervariasi dengan sistematika sanksi kumulatif penjara dan denda. Jika ditelaah secara menyeluruh, maka dapat dilihat lamanya hukuman penjara yang dapat dijatuhkan antara 1 tahun sampai dengan 15 tahun. Sedangkan besaran denda yang dijatuhkan paling banyak lima miliar rupiah. Bahkan khusus untuk pemberi izin, selain dipenjara dan denda, dia dapat dikenai pedana tambahan berupa pemberhentian secara tdak dengan hirmat dari jabatannya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pelanggaran pidana terhadap penataan ruang dapat dijatuhi hukuman yang cukup berat dan mampu menimbulkan efek taat kepada penataan ruang.

Apabila dilihat dari  jenis sanksi dan hukuman yang dijatuhkan seperti yang telah dijelaskan di atas, bahkan beberapa diantaranya dapat menggabungkan sanksi pidana dan sanksi administratif, seharusnya ini menimbulkan efek takut bagi para pelaku pelanggaran pidana terhadap penataan ruang. Namun di lapangan rupanya tetap banyak pelanggaran terhadap penataan ruang. Ini membuktikan ada yang salah dalam proses penegakan hukum penataan ruang di Indonesia. Beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa penyelesaian pelanggaran terhadap penataan ruang diselesaikan hanya dengan penyelesaian secara administratif dan tidak secara pidana. Karena sifatnya yang administratif, maka sanksi yang dijatuhkan relatif tidak menimbulkan efek jera bagi pelanggarnya dan efek taat bagi yang lain. Ini menyebabkan hukum penataan ruang gagal menjadi intrumen social control.              

Penegakan hukum penataan ruang sangat penting dalam proses penataan ruang. Proses ini dibutuhkan untuk menjaga agar penataan ruang yang telah direncanakan tetap diaplikasikan secara taat sehingga tujuan pembangunan tersebut tercapai. Dalam hal ekonomi, penegakan hukum terhadap penataan ruang akan memberikan efek positif tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi namun juga lingkungan di daerah tersebut. Dengan rencana tata ruang yang ideal, investor akan merasa aman untuk menanamkan modalnya tanpa harus menggganggu kepentingan yang lain. Efek positif lainnya adalah pengawasan terhadap pemberian izin menjadi terfokus sesuai dengan zonasi yang telah ditentukan.

KESIMPULAN :

Peta Rencana Tata Ruang mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses penataan ruang. Melalui peta rencana tata ruanglah, kita dapat mengetahui secara komprehensif zonasi-zonasi apa saja yang sudah ditetapkan di suatu wilayah. Akibatnya, investor akan semakin mudah dalam menanamkan modalnya tanpa takut bermasalah di kemudian hari sehingga secara tidak langsung akan menumbuhkan perekonomian di wilayah tersebut. Sayangnya di beberapa daerah, perencanaan tata ruang ini tidak dilengkapi dengan pelaksanaan yang baik pula. Penerapan sanksi yang digunakan cenderung sangat ringan sehingga tidak menciptakan efek jera bagi para pelanggarnya. Dampak tidak langsungnya adalah perhatian masyarakat terhadap tata ruang wilayahnya menjadi rendah dan akibatnya pelanggaran terhadap tata ruang pun sering terjadi.

***THE END***

Berat ya tulisannya. Hehehe...sengaja tulisan ini saya buat untuk mengingatkan kita semua bahwa penataan ruang itu perlu. Bayangkan saja jika sekolah yang dipake buat belajar (ya iyaalllahhh...) berlokasi di sebelah pabrik yang tentu saja banyak menimbulkan polusi baik suara maupun asap. Atau bayangkan saja jika di sebelah rumah yang kita tempati dibangun pabrik atau industri tertentu.. Yah..cukup dibayangkan saja...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar