Senin, 07 Maret 2011

Ketentuan Pidana untuk Jabatan Notaris

Dear all....

Semoga semuanya dalam keadaan baik-baik saja.
Kawan..saya baru saja menemukan hal menarik mengenai jabatan notaris. Yang ingin saya angkat disini adalah mengenai apa saja ketentuan pidana yang melekat di dalam jabatan notaris.

Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris secara eksplisit tidak memuat ketentuan pidana bagi notaris. Tapi, hal itu tidak berarti notaris kebal hukum ketika melakukan pelanggaran hukum dalam menjalankan jabatannya.

Ada beberapa ketentuan pidana di dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan jabatan notaris. Beberapa diantaranya adalah :
1. Pemalsuan dokumen atau surat (pasal 263 dan pasal 264 KUHP)
Contoh 1: Pemalsuan surat setoran bea (SSB) perolehan hak atas tanah dan bangunan (“BPHTB”) dan surat setoran pajak (SSP).
Contoh 2: Membuat akta padahal mengetahui syarat-syarat untuk membuat akta tersebut tidak dipenuhi. Misalnya, dalam pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Notaris tetap membuat akta perjanjian tersebut, meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Konsekuensi pembuatan akta seperti itu oleh notaris bisa menyebabkan seseorang hilang hak.
2. Penggelapan (pasal 372 dan pasal 374 KUHP). Misalnya, penggelapan BPHTB yang dibayarkan klien.
3. Pencucian uang (UU Nomor 8 Tahun 2010). Modusnya, pemilik uang melakukan pembelian saham yang kemudian dicatat dalam akta notaris. Modus pembelian saham memudahkan pelaku pencucian uang untuk memindahkan uang. Jika berbentuk saham, otomatis uang hasil kejahatan menjadi sah, sehingga mudah dipindahkan sesuai keinginan pelaku tindak pidana. Karenanya, notaris sebagai profesi bertugas membuat akta pendirian perusahaan dan jual beli saham diminta mewaspadai kemungkinan terjadinya pencucian uang.
4. Memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (pasal 242 KUHP). Contohnya, kasus keterangan palsu yang diberikan seorang notaris di Jawa Timur yang menjadi saksi dalam sebuah perkara pidana.
Dan mungkin masih banyak lagi ketentuan pidana yang masih melekat di jabatan notaris. Jadi..yang mo jadi notaris...hati-hati yaa....

8 komentar:

  1. Bagaimana menurut mas Akbar, praktek notaris yang mengesahkan aktanya tidak notaris tetapi pegawai notaris, apakah hal itu bukan keterangan palsu oleh notaris, yakni akta ditandatangani dihadapan notaris tetapi dinyatakan sebagai berhadapan dengan notaris; para pihak tidak dikenal oleh notaris tetapi dinyatakan dalam akta sebagai dikenal oleh notaris, dan tidak dibacakan oleh notaris sebagai dibacakan oleh notaris. Apakah praktek notaris yang demikian sebagai perbuatan pidana pasal 242 ayat 1 KUH Pidana olleh notaris dalam bentuk akta??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Super sekali..menurut saya permasalahan yang mas/mbak contohkan tersebut secara umum sudah masuk ke ranah pidana. Ini karena adanya pemalsuan keterangan antara fakta dan akta. Tentu saja, penyidik harus dapat membuktikan semua sangkaan tersebut.

      Jika memang terbukti, maka kurang kuat jika Pasal 242 KUHP dijadikan dasar hukum untuk mendakwa notaris tersebut. Sifat pasal 242 KUHP lebih ke arah pemberian keterangan palsu. Dalam konteks ini, keterangan diberikan pada saat proses PENYUSUNAN akta tersebut. Sehingga kurang pas jika dituduh menggunakan pasal ini. Pasal ini dapat dikenakan sebagai pasal paling terakhir dalam dakwaan alternatif.

      Nah, terkait permasalahan yang mas/mbak sebutkan, perbuatan notaris itu lebih condong ke dalam Pasal 263 jo 264 ayat (1) KUHP. Ini karena Notaris tersebut membuat surat yang dibuat dari suatu kepalsuan (ngeriii...bahasaku..) dan surat tersebut akta otentik. Ini mungkin yang kurang dari tulisan saya. saya harus menambahkan pasal ini.

      Demikian dari saya. Semoga bermanfaat.

      Hapus
  2. Praktek Notaris dan atau PPAT yang tidak dilaksanakan oleh Notaris dan atau PPAT yang tersumpah yaitu dengan menyerahkan blanko akta ke pihak ketiga (bisa pegawai notaris, bisa pegawainya mitra notaris, bisa perangkat desa yang kenal dg notaris) yang dikenal dalam praktek sebagai akta terbang. Blanko akta yang sudah dimintakan tanda tangan ke para pihak kemudian diserahakan ke notaris-ppat yang legal untuk disahkan seolah-olah sesuai dengan ketentuan hukum, sebagai berhadapannya, sebagai dikenal, sebagai dibacakan kepada para pihak oleh notaris-ppat.
    Bagi penyelidik sebenarnya mudah untuk mengetahui praktek yang demikian, dengan cara tangkap tangan sepertik praktek tilang pelanggaran UU lalu lintas. Mohon komentar mas Akbar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kewenangan penyelidikan terhadap paktek pembuatan akta yang tidak dibuat dihadapan atau ditandatangani dihadapan notaris dan atau ppat yang berbuah sebagai ketarangan palsu notaris dan ppat yang masuk dalam kualifikasi kejahatan dalam KHUPidana maka kewenangan penyelidikan dan penyidikan ada pada polisi negara (polri). bagi polisi tinggal mengamati kantor notaris-ppat untuk melihat dan memperhatikan kegiatan para pegawai notaris yang hilir mudik dari kantor notaris ke bank misalnya, atau rekanan notaris-ppat ke para pihak untuk memintakan tanda tangan ke para pihak dsb. Maka pada saat sebelum masuk kantor notaris-ppat pegawai notaris, atau rekanan tersebut dapat ditangk poleh polisi dengan dugaan melanggar hukum, atau melawan hukum karena pegqwai notaris-ppat atau rekanan tidak bewenang untuk melakukan jabatan notaris-ppat sebagai pejabat gadungan. dan notaris-ppat dapat dikenai sebagai otak pembuatan akta palsu sebagai mana ungkapkan mas akbar tersebut di atas. Ngeri kan.

      Hapus
  3. polisi yang mempunyai kewenangan untuk menangkap barangsiapa patut diduga telah melakukan tindak pidana sebagai ppat dan atau notaris gadungan, karena ppat atau notaris gadungan tersebut tidak mempunyai kewenangan untuk mengesahkan akta dari ppat dan atau notaris yang sesunggunya mempunyai SK pengangkatan dan telah disumpah.

    Bagi siapa saja yang menjalankan kewenangan ppat-notaris tanpa dilandasi SK pengangktan sebagai ppat-notaris dapat dikategorikan sebagai pejabat gadungan. dan disinilah KUHP yang menyelesaikan.
    Untuk ppat-notaris yang mengesahkan akta dari ppat-notaris gadungan dapat dikenakan ketentuan menyuruh tanpa hak kepada pihak lain untuk menjalankan jabatanya dapat disebut aktot intelektual pejabat gadungan.
    Dan Jika produk dari ppat-notaris gadungan tersebut kemudian disahkan sebagai seolah-olah suatu akta otentik, maka untuk ppat-notaris yang bersangkutan dapat dikenakan pasal 263 jo pasal 264 (1) sebagaimana diungkapkan mas Akbar tersebut diatas.
    Dan betul hanya POLISI yang wenang menangkap, menyelidiki, menyidik dan kemudian menyerahkan kasus tersebut ke pangadilan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah...ini bisa jadi contoh kasus yang menarik. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah sudah pernah ada kasus seperti ini sebelumnya?? karena saya belum pernah dengar ada yang melaporkan insiden ini ke pihak berwajib.

      Hapus
  4. Kiranya, Jika polisi jeli maka akan menjadi bencana bagi notaris dan atau ppat yang gemar menyerahkan blanko aktanya ke pihak ketiga yang notabene bukan notaris-ppat (pejabat gadungan). Ini praktek kriminal yang belum dikriminalkan oleh yang berwenang. Karena notaris dan atau ppat tidak berwenang mendelegasikan jabatanya kepada siapapun. Ini malpraktek notaris-ppat. Tinggal kemauan dan kecerdasan dari penegak hukum kita ada tidak untuk itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi ini seperti modus korupsi. Selama sama-sama menguntungkan, aman-aman saja..
      Saya sepakat. Namun mungkin tidak hanya penegak hukum saja, tapi kesadaran notaris terhadap aturan hukum dan tanggung jawabnya serta pengetahuan dan kemauan klien notaris terhadap aturan juga sangat menentukan ada tidaknya malpraktek ini.


      Hapus