Senin, 07 Maret 2011

Trik Manajemen Keuangan

Oke..oke..saya bukan suatu ahli di bidang manajemen keuangan. Tapi saya punya sedikit ilmu dalam hal manajemen dompet (baca: keuangan) yang sekarang pun masih saya coba untuk mengaplikasikannya. Mungkin bisa bermanfaat buat kawan-kawan semua.

Well, Bukan hal yang keliru kalau ada yang beranggapan bahwa besarnya penghasilan tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya kekayaan. Seseorang yang penghasilannya di atas Rp 10 juta sebulan, misalnya, bisa saja kehidupan keuangannya lebih ”susah” ketimbang karyawan yang penghasilannya sebesar Rp 5 juta per bulan.

Kok bisa begitu? Bisa saja. Sebab, berapa pun kecilnya penghasilan, sepanjang pengeluaran lebih rendah ketimbang pemasukan, berarti memiliki cash flow positif yang bisa dipergunakan untuk meningkatkan kekayaan.

Di sisi lain, berapa pun besarnya penghasilan, jika pengeluaran lebih besar dibandingkan pemasukan, posisi keuangan akan defisit. Itu berarti sebagian kebutuhan akan dibiayai oleh utang. Dus, tidak ada sumber dana yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan aset. Yang ada adalah penurunan kekayaan secara bertahap karena aset akan dipergunakan untuk pembayaran utang.

Oleh karena itu, tingkat kekayaan seseorang sebenarnya tidak diukur dari besarnya penghasilan, melainkan lebih bergantung pada karakter pengelolaan penghasilan. Singkatnya, berapa pun kecilnya penghasilan, tetap dimungkinkan menjadi kaya jika mau dan mampu melakukan inovasi dalam pengelolaan keuangan.

Apa itu inovasi keuangan? Sederhananya adalah melakukan hal yang berbeda dalam pengelolaan keuangan. Misal, jika orang kebanyakan menggunakan kartu kredit untuk berutang, dalam koridor inovasi keuangan, penggunaan kartu kredit adalah untuk memanfaatkan tenggang pembayaran sehingga Anda bisa menggunakan dana pihak lain, dalam kurun waktu tertentu tanpa biaya apa pun.

Jadi, jika Anda berbelanja pada hari ini dan kemudian melunasinya sebelum jatuh tempo, berarti Anda bisa mendapatkan tambahan cash flow dalam kurun waktu tersebut, yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal.

Bayangkan, jika Anda bisa membeli barang dengan harga ”X”, misalnya, lalu menjualnya kembali dengan harga ”X” plus keuntungan, Anda telah berbisnis tanpa modal dan bahkan memperoleh untung. Dengan kata lain, utang yang digunakan untuk kegiatan produktif merupakan salah satu inovasi keuangan. Apalagi jika utang itu sendiri diperoleh tanpa biaya apa pun, seperti penggunaan kartu kredit di atas.

Bagaimana jika utang itu menimbulkan biaya bunga? Tidak masalah. Sepanjang biaya bunga masih lebih rendah dibandingkan keuntungan yang diperoleh, tetap saja Anda tergolong kalangan yang inovatif. Jadi, ringkasnya, menumbuhkembangkan aset bisa dilakukan tanpa modal. Modal itu diperoleh dari utang. Lalu dipergunakan untuk berbisnis. Dan hasil bisnis tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan biaya utang itu sendiri.

Aset produktif
Contoh inovasi keuangan lainnya adalah memiliki sebanyak mungkin aset produktif dibandingkan aset konsumtif. Pernahkah Anda melihat pedagang yang tinggal di sebuah ruko, di mana lantai paling bawah digunakan untuk berdagang, sementara lantai di atasnya digunakan sebagai tempat tinggal?

Artinya, tempat usaha dan rumah tinggal menjadi satu. Dengan kata lain, rumah tinggal si pedagang tersebut bukan sekadar rumah tinggal, tetapi telah menjadi aset produktif yang bisa menghasilkan uang, alias tempat berbisnis. Bagaimana dengan Anda? Boleh jadi Anda memilki rumah lebih dari satu. Dan rumah yang tidak Anda tinggali setiap bulan malah menguras kantong Anda karena mesti membayar biaya listrik dan biaya pemeliharaan lainnya. Malah kondisi rumah terus merosot karena faktor usia dan lain sebagainya. Konkretnya, beberapa rumah yang Anda miliki bukan saja tidak produktif, tetapi malah menjadi beban. Oleh karena itu, rumah tersebut mesti diproduktifkan, dalam arti memberikan penghasilan, misalnya disewakan kepada pihak lain.

Selain rumah, coba lihat lagi berbagai kekayaan yang Anda miliki. Cermati apakah aset tersebut sekadar sebagai aset konsumtif, atau alat menjaga gengsi belaka, atau memang tergolong produktif. Jika Anda memiliki perhiasan emas yang nilainya meningkat, perhiasan itu tergolong aset produktif yang bisa menambah kekayaan Anda. Begitu juga dengan lukisan yang nilainya bisa saja mengalami peningkatan. Ringkasnya, aset produktif adalah aset yang memiliki nilai investasi.

Inovasi keuangan juga bisa dilakukan dengan cara pemilihan investasi yang tepat. Pengertian investasi yang tepat di sini adalah bagaimana menyuruh uang Anda ”bekerja” untuk Anda. Jadi, uang menghasilkan uang. Bagaimana caranya? Lakukan investasi aktif.

Investasi aktif adalah secara reguler memilih dan mengevaluasi investasi yang telah dilakukan. Di pasar modal, misalnya, sebagian kalangan membeli saham, lalu terus memegangnya dalam kurun waktu yang lama, dengan harapan memperoleh dividen dan capital gain. Ini memang tidak salah. Tetapi, dalam kurun waktu tersebut, bisa saja harga saham yang dipegang mengalami kemerosotan harga. Kalangan yang memegang saham tersebut boleh jadi tidak peduli atau malah menjualnya karena khawatir harga saham akan semakin merosot.

Nah, seorang investor aktif tidak akan bersikap seperti itu. Ia malah akan membeli lagi saham dimaksud pada harga yang lebih rendah. Kenapa? Karena tujuan memegang saham dimaksud adalah untuk jangka panjang. Dan ketika harga saham merosot, dilakukan pembelian agar secara rata-rata biaya pembelian saham menjadi lebih murah. Contoh-contoh lain tentang investasi aktif telah banyak diulas dalam tulisan-tulisan terdahulu di kolom ini.

Yang terakhir adalah inovasi keuangan dalam pengelolaan biaya. Pernahkah Anda mendengar istilah ”must have” vs ”nice to have”? Coba terapkan itu dalam perilaku pengeluaran biaya Anda. Berapa banyak Anda menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang sekadar ”nice to have”? Boleh jadi, kalau ditotal seluruh pembelian Anda, terutama pengeluaran yang bersifat harian, akan lebih banyak yang tergolong ”nice to have”.

Jika Anda bisa memotong biaya ”nice to have” 50 persen saja, akan sangat banyak tabungan yang Anda peroleh dan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan keuangan lain yang lebih produktif.

Selamat mencoba.

Ketentuan Pidana untuk Jabatan Notaris

Dear all....

Semoga semuanya dalam keadaan baik-baik saja.
Kawan..saya baru saja menemukan hal menarik mengenai jabatan notaris. Yang ingin saya angkat disini adalah mengenai apa saja ketentuan pidana yang melekat di dalam jabatan notaris.

Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris secara eksplisit tidak memuat ketentuan pidana bagi notaris. Tapi, hal itu tidak berarti notaris kebal hukum ketika melakukan pelanggaran hukum dalam menjalankan jabatannya.

Ada beberapa ketentuan pidana di dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan jabatan notaris. Beberapa diantaranya adalah :
1. Pemalsuan dokumen atau surat (pasal 263 dan pasal 264 KUHP)
Contoh 1: Pemalsuan surat setoran bea (SSB) perolehan hak atas tanah dan bangunan (“BPHTB”) dan surat setoran pajak (SSP).
Contoh 2: Membuat akta padahal mengetahui syarat-syarat untuk membuat akta tersebut tidak dipenuhi. Misalnya, dalam pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Notaris tetap membuat akta perjanjian tersebut, meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Konsekuensi pembuatan akta seperti itu oleh notaris bisa menyebabkan seseorang hilang hak.
2. Penggelapan (pasal 372 dan pasal 374 KUHP). Misalnya, penggelapan BPHTB yang dibayarkan klien.
3. Pencucian uang (UU Nomor 8 Tahun 2010). Modusnya, pemilik uang melakukan pembelian saham yang kemudian dicatat dalam akta notaris. Modus pembelian saham memudahkan pelaku pencucian uang untuk memindahkan uang. Jika berbentuk saham, otomatis uang hasil kejahatan menjadi sah, sehingga mudah dipindahkan sesuai keinginan pelaku tindak pidana. Karenanya, notaris sebagai profesi bertugas membuat akta pendirian perusahaan dan jual beli saham diminta mewaspadai kemungkinan terjadinya pencucian uang.
4. Memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (pasal 242 KUHP). Contohnya, kasus keterangan palsu yang diberikan seorang notaris di Jawa Timur yang menjadi saksi dalam sebuah perkara pidana.
Dan mungkin masih banyak lagi ketentuan pidana yang masih melekat di jabatan notaris. Jadi..yang mo jadi notaris...hati-hati yaa....